Minggu, 22 Mei 2011

SUMPAH SUCI ORANG SUCI



Seorang suci sedang bermeditasi di bawah sebuah pohon pada pertemuan dua jalan. Meditasinya terganggu seorang pemuda yang berlari dengan panik ke arah jalan yang menuju dirinya. “Tolonglah saya,” pemuda itu memohon. “Ada orang yang salah menuduh, dikiranya saya mencuri. Ia mengejar saya bersama banyak orang. Kalau mereka sampai menangkap saya, kedua tangan saya akan dipotong.”

Pemuda itu kemudian memanjat pohon yang digunakan
pendeta itu untuk bermeditasi dan cepat bersembunyi di antara
dahan-dahannya, “ Tolong jangan katakan kepada mereka
dimana saya bersembunyi,” kata pemuda itu memelas. Pendeta
suci itu melihat dengan mata hatinya, bahwa si pemuda
memang tidak bersalah dan telah berkata sesungguhnya.
Beberapa menit kemudian datanglah sekelompok orang desa
dan pemimpinnya bertanya, “Bapak melihat pemuda yang
berlari ke arah sini?”

Berpuluh tahun sebelumnya pendeta itu pernah bersumpah untuk selalu berkata jujur, jadi ia mengatakan telah melihatpemuda itu. “Kemana perginya?” kata si Kepala Desa itu tak sabar. Pendeta itu sebenarnya tidak ingin mengkhianati pemuda, namun sumpahnya telah menakutkannya. Ditunjuknya pohon di atasnya.
Penduduk desa beramai-ramai menyeret si pemuda keluar dari sela-sela dahan dan memotong kedua tangannya. Ketika pendeta itu mati, dia dibawa ke Mahkamah Agung Surga. Ia dikutuk karena sikapnya terhadap pemuda tidak berdosa itu. Tetapi, si pendeta protes, “saya telah bersumpah suci saya akan selalu berkata jujur.” Pengadilan itu berkata, “Namun hari itu kamu lebih mencintai kebanggaan dari kebajikan. Bukan demi kebajikan kamu menyerahkan pemuda itu kepada penuntutnya, namun kamu semata-mata mempertahankan citra kosong tentang dirimu sendiri sebagai orang ‘suci’. 

Kebajikan manusia yang terbatas kerap memandu pemahaman 
menjadi kekuatan yang memaksa kita untuk berbuat jahat...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar